REVIEW: AKU INGIN JADI PELURU
Hanya ada satu kata, lawan!
Siapa yang mengenal sosok Wiji Thukul pasti tidak asing dengan kalimat itu. Sebelum mengulas isi buku yang merupakan kumpulan puisi tersebut, perlu diketahui sebelumnya, Wiji Thukul merupakan penyair yang dalam sejarah Indonesia menjadi korban penghilangan paksa sekaligus menjadi bagian penting dalam sejarah kelamnya Orde Baru. Dengan latar belakang kehidupan marjinal, Wiji yang punya ketertarikan terhadap dunia sastra mulai menulis gagasan dan kebenaran yang diyakininya.
Kumpulan puisi yang memiliki esai pengantar oleh Munir ini seakan mampu menyeret pembacanya masuk ke dalam wilayah kehidupan yang mungkin belum pernah secara langsung bersentuhan dengan kehidupan pembaca sebenarnya.
Dengan pandangan "penyair haruslah berjiwa 'bebas dan aktif', bebas dalam mencari kebenaran dan aktif mempertanyakan kembali kebenaran yang pernah diyakininya" dan apa yang dianggap benar harus dibela, Wiji Thukul memperjuangkan kebebasan jiwanya dalam berkarya sekaligus melakukan pembelaan atas kebenaran melalui caranya sendiri, merangkai kata yang lebih kuat dari moncong senjata.
Dari kumpulan puisi tersebut, Wiji berusaha membangunkan kesadaran akan pentingnya hak asasi manusia dan perkataannya menjadikan semangat bagi mereka yang dilemahkan rezim otoritas.
Dari buku ini juga ditekankan bahwa seni harus berpihak pada hati nurani dan sebenarnya seni juga mampu bertindak untuk memperjuangkannya.
0 Komentar