SAATNYA MENULIS
SAATNYA SAYA MENULIS
Bila aktivitas
saya menulis seperti anak TK, diabaikan dengan argumen tidak berbakat, tidak
pandai merangkai kalimat, dan bla bla… lainnya. Stop! Itu pemikiran yang
menjerumuskan diri sendiri. Jangan terpenjara dengan persoalan bakat. Peran
bakat hanyalah sekian persen dan sifatnya semata sebagai penunjang. Selebihnya
adalah kerja keras dan kegigihan dalam menulis.
Rasanya
“kelewatan” kalau masih menampik potensi yang sudah Allah curahkan; manusia
dianugerahi kemampuan berbahasa. Jelas, modal awal untuk menulis adalah
kemampauan berbahasa yang sudah tertanam dalam diri setiap insan. Ketika kita
menulir surat untuk sobat, saudara atau siapapun, adalah bukti konkret bahwa
kita bisa menulis.
Berikutnya,
individu itu yang harus memiliki inisiatif untuk mengembangkan melalui proses
latihan.
Tidak ada kata
lain selain melecut diri mengalirkan ide dan gagasan di atas lembaran kertas
melalui sebatang pulpen atau di depan monitor. Nah, kni tidak ada lagi tempat
mengungkapkan alasan-alasan klise sebagai pembenaran atas ketidakberdayaan
menulis.
Langkah yang
diperlukan untuk bisa menulis hanya dengan menulis dan menulis. Tak ada cara
lain. Terasa berat memang. Wajar, sebagai langkah awal. Kebuntuan ide, jenuh,
sulit atur waktu dan selontaran aral lain. Jangan pedulikan. Terus saja
menulis, jika kita memang ingin memasuki ranah sastra.
Jangan berpikir
tulisan saya buruk, tidak bermutu, atau malu-maluin. Untuk menjadi seorang
penulis, para pemateri di BCN (Bengkel Cerpen Nida) menyarankan hal yang sama;
jangan gampang putus asa hanya karena tulisan kita dicemooh, dikritik atau
ditolak oleh media massa. Ibarat renang, seseorang tidak akan pernah mampu
berenang tanpa berlatih. Begitupun menulis, perlu terus-menerus latihan diringi
dengan kesabaran dan ketekunan.
Dan, suatu saat
kita akan tecengang sendiri membaca karya kita yang sudah meningkat pesat. Kita
harus memiliki keberanian untuk menulis. Buya Hamka, ulama dan sastrawan ulung
angkatan Balai Pustaka pernah berkata, “Banyak kawan saya yang terlalu takut
mengarang, maju-mundur, sehingga tidak pernah mengarang. Mereka tidak punya
keberanian, karena ingin karangannya sempurna. Mana ada di dunia ini yang
karangannya sempurna?”
beberapa kali
digoncangkan oleh tokoh-tokohnya dalam setiap periode. Untuk mengulang sejarah
tersebut, mungkin salah satu di antara kita kelak yang akan memiliki peranan.
mungkin terlalu
melangit. Tapi itu bukan hal yang mustahil ketika kerja keras telah kita
jalani. Jadi mulailah. Cobalah. Kita menjadi besar tidak cukup dengan setumpuk
teori, melainkan dengan kehendak kuat dan melatih diri tanpa petang menyerah.
Semua orang bisa, semuanya sama. Ketidakmampuan menulis itu terjadi karena
kegigihan kita yang belum mencapai puncak.
(Pernah
diterbitkan di majalah
Menulis
bukanlah bakat
Menulis bukanlah
sebuah bakat yang diturunkan orang tua yang berprofesi sebagai penulis kepada
anaknya. Menulis bukanlah suatu anugerah yang diberi pada beberapa orang saja.
Menulis itu sesuatu keahlian yang hadir dari suatu proses latihan (menulis).
Menulis menjadi
bakat dan anugerah pada orang yang berkeinginan memilikinya, didukung dengan
ilmu, pembelajaran dan proses berlatih selama terus-menerus. Artinya, siapa pun
Anda; apa pun profesi Anda; bisa menulis dan jadi penulis.
Semakin banyak
menulis, maka secara bertahap kemampuan Anda semakin terasah; semakin banyak
kosa kata yang terekam di otak Anda. Bila menulis sudah menjadi kebiasaan.
Maka, menulis apa pun, di mana pun, sebanyak apa pun, akan terasa mudah dan
mengalir begitu saja. Catatan, perbanyak ilmu tentang berbagai bidang
pengetahuan untuk memudahkan Anda menulis suatu bidang yang spesifik.
Tulisan ini pernah terbitkan
oleh: Pena hitam
Coretan Aku dan penaku
oleh: Yatri D#
penulis pelajar Papua di SMK N1 kedawung sragen jawa
tengah
0 Komentar