Saya orang Papua Rebut dan Pertahankan Tanah Air West Papua
Oleh : Yatri Dumupa
Perjuangan yang dilakukan oleh rakyat West Papua saat ini adalah perjuangan melawan suatu sistem penyimpanan. Bukan perjuangan melawan “bangsa kulit kuning sao matang” (Indonesia saat ini)”.
Karena, kita tidak cukup mengganti birokrat orang indonesia dengan “birokrat” kulit hitam Orang Papua dalam membangun sistem pemerintahan yang baru.
Pertama, dalam kaca mata kita, perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Papua Barat yang tergabung dalam gerakan sipil maupun gerilya adalah suatu perjuangan melawan sistem eksploitasi SDA dan mendukung rakyat Papua Barat di seluruh negeri Sorong sampai Almasuh. Baik itu yang sedang dihadapi oleh rakyat Papua saat ini karena kehadiran kolonialisme Indonesia maupun pengisapan kapitalisme dalam bentuk lain yaitu eksploitasi karena kepentingan kapitalis dan imperialisme.
Kedua, sistem tersebut harus dihadapi secara sistematis. Yakni dengan membangun kekuatan rakyat yang terorganisir, sistematis, dan masif. Rakyat Papua dalam pandangan perjuangan melawan kolonialisme Indonesia dan kapitalisme global, adalah rakyat harus mendapat tempat yang istimewa dalam membangun gerakan bersama.
Rakyat mempunyai posisi yang sangat penting ketika kita membangun perlawanan, jika kita berbicara mengenai gerakan. Berarti kita bekerja melaksanakannya, adalah kita harus selalu menyadari bahwa kekuasaan sepenuhnya milik rakyat tertindas, bahwa kita semua sama-sama mengalami, berbagi, penjualan, penghisapan, eksploitasi, pembunuhan massal melalui operasi-operasi militer Indonesia di seluruh pelosok negeri, dan bahwa kita semua adalah dari kelas sosial yang sama dengan satu tujuan: perjuangan revolusioner melawan kolonialisme Indonesia dan sistem-sistemnya yang menindas rakyat kita, dan untuk melayani rakyat kita, maka inilah yang menjadi dasar kesatuan dan persatuan perjuangan kita, titik awal dari demokrasi yang kita perjuangkan.
Kolonialisme Indonesia di West Papua hari ini adalah dari Imperialisme Amerika Serikat yang mengatur hasil korupsi politik melalui Perjanjian New York, 15 Agustus 1962. Pendek kata, kolonialisme Indonesia harus tunduk pada imperialisme AS demi politik kolonialismenya di West Papua, dan AS harus selalu mendukung NKRI agar eksploitasi SDA di Papua Barat dapat dijaga dan dijamin aman oleh Indonesia.
Bayangkan! Tanah air West Papua, yang berpenghuni, hidup sekitar 600.000 tahun ini, menjadi transaksi ekonomi politik para imperialis dan kolonialis. Mulut dan telinga pemilik teritori ini dipasung senjata. Tak satu pun dilibatkan dalam perjanjian yang menentukan nasib masa depan hidupnya. Pepera 1969 akhirnya menjadi bukti sandiwara dan kejahatan kemanusiaan terhadap bangsa Papua yang pada 1 Desember 1961 berikrar menuju negara itu sendiri.
Tanah air West Papua masih menjadi ladang persaingan dan eksploitasi dari kekuasan kolonialisme Indonesia dan imperialisme AS. Tentang Freeport, polanya sama: negosiasi AS dan RI tanpa pelibatan orang Papua. Dalam mind-set para penjahat ini, orang Papua itu binatang yang harus dibasmikan demi pendudukan dan eksploitasi SDA. Maka pola hegemoni pembangunan, yakni: kasih Otonomi (Otsus) agar kita lupa harga diri dan perjuangan. Seekor babi pembohong dibuat jinak untuk disembeli? Artinya “Jiwa pemberontakan kita dicabut dengan uang dan jabatan.
Apa yang menjadi sebab kita melakukan pengorbanan dalam gerakan? Mengapa kolonialisme Indonesia begitu keras kepala dan kejam? Dan mengapa, walaupun negara-negara penggiat HAM seperti PIF, dll. Di muka bumi ini kutukan kutukan kolonialisme Indonesia terhadap kita, tetapi Indonesia masih mendapatkan dukungan dari AS, Inggris, China, Australia, Selandia Baru, PNG, Fiji dll. Bahkan dukungan dan bantuan yang kolonialisme Indonesia untuk melanjutkan dan membantu kemanusiaan terhadap Rakyat Papua Barat di sini, didukung 100%.
Sementara tanggung jawab perjuangan kita masih besar, sedang kemampuan kita terbatas.
Tetapi kita punya kelebihan yang besar dan menentukan yaitu; “Satu pandangan yang sama yaitu tidak lain adalah “Sosioalis”. Kita punya garis politik perjuangan yang tepat dan massa rakyat Papua Barat ada bersama kita dalam membangun gerakan-gerakan perlawanan melawan kolonialisme dan kapitalisme.
Maka alat yang kita butuhkan ini adalah:
kita membutuhkan perjuangan revolusioner, membangun perjuangan melawan baik kolonialisme maupun neokolonialisme dan imperialisme atau ketika berdiri dalam bentuk apapun, tidak perlu dari pengorganisasian kolektif atau selalu kita membutuhkan “pengorganisasian”.
Pengorganisasian terutama pengorganisasian rakyat menjadi kunci dari suksesnya perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme.
Catatan sejarah untuk membuktikan kebenaran tesis ini. Kuba dalam konteks perlawanan terhadap kapitalisme dan neo-kolonialisme adalah contoh yang baik dalam abad ke-20.
Inilah penjelasan tentang perang merebut negeri kita Papua Barat.
Seperti yang dipenuhi oleh kutu harus merendamnya ke dalam udara mendidih, untuk membuang kutu-kutu itu, telepas dari seorang atau dari mana asalnya, kita juga dipaksa untuk memasukkan negeri kita ke dalam api peperangan untuk bisa melepaskan diri dari ekspolitasi kolonialisme dan kapitaslime, terlepas dari warna atau asal-usul agen-agennya.
Pola penaklukan oleh imperialisme dan kolonialisme ini harus di lawan. Perlawanan pada dua musuh ini tidak hanya milik orang Papua, tetapi oleh rakyat sejagat raya yang masih terkungkung bius nasioalisme chauvisnis dan hegemoni imperialis. Membangun solidaritas dengan bekas negara-negara jajahan agar mendukung kemerdekaan Papua, mempersiapkan kolonialisme, dan mengantisipasi serta menghancurkan neo-kolonialisme (pasca-kolonial). Itu tugas semua manusia, terutama Indonesia, Bolivia, Venezuela, Timor Leste, Kuba, dll.
Di West Papua, setiap orang Papua harus bertanggung jawab membangun dasar perlawanan. Jangan biarkan kolonial dan puncak menduduki dan menguasai tanah air kita. Jangan memberi wewenang kepada kolonial dan nasib masa depanmu. “Victor F. Yeimo”.
Biarkan para penjahat itu buat perjanjian-perjanjian, dan kita rakyat Papua sendiri bikin perjanjian antara sesama. Kita meminjam berdiri dan bergerak bersama menikmati pengalaman ini. Berjanji pada tanah air dan anak cucu kita bahwa kelak mereka tidak akan lagi menderita dan dieksploitasi. Berjanji pada diri sendiri bahwa saya menciptakan perjuangan, dan bukan penikmat sewaktu-waktu.
Tanah Air Atau Mati..
tulisan ini pernah publikasih: oleh akun medium yatri amoye dumupa
0 Komentar